Pages

Bukan Cinta Biasa...





Tatkala diri diuji dengan pelbagai kisah cinta, pelbagai ujian cintaNya yang hadir.

Tika itulah ku sedari, kisah cintaku bukan cinta biasa.

Bukan cerita cinta biasa, tetapi sebuah cinta yang cukup luar biasa.

Luar biasa jalan cintaNya. Luar biasa cara penyampaian cintaNya.

Didatangkan padaku ujian demi ujian, kadang hampir tergoyah, namun Dia Maha Menguatkan rasa di hati.

Bagiku, kisah cintaku bukan kisah cinta yang biasa-biasa. Tetapi sebuah kisah cinta yang cukup luar biasa hebat ujianNya. 

Semakin diri mencari cintaNya, semakin DIA mempamerkan tanda cintaNya dalam pelbagai bentuk masalah yang menduga.


“Semakin hati ingin mencintaiNya, semakin DIA menguji untuk mengetahui bukti cinta padaNya.

Apakah benar-benar kita mencintaiNya seperti yang dikata?”


Tiap kali datangnya ujian dari yang Maha Esa, kadang bertimpa-timpa dalam satu masa ada tikanya membuatkanku terduduk tanpa kata. Sememangnya…,,


“Kita meminta dipermudahkan, tetapi semakin Allah memberikan kesulitan dan kesukaran.

Kita meminta kegembiraan, tetapi Allah memberikan kedukaan dan kehampaan.

Kita meminta kebahagiaan, tetapi Allah memberikan kesakitan dan keperitan.

Kenapa DIA memberi tidak seperti yang kita pintakan?”


Benar, saat diuji terasa diri terumbang-ambing dan kebingungan seketika.

Diri tertanya-tanya sendiri, ‘petunjuk itu, apakah maksudnya Ya Rabbi??’

Maha Suci Allah ternyata sangat mendengar setiap luahan hambaNya.

Di saat ku hampir berputus asa, DIA cuba menenangkanku. DIA sentiasa memujukku.

Terus memberi dorongan agar sentiasa yakin dan percaya kepada janji-janjiNya.

Semunya diungkapkan dalam ayat-ayat cinta yang sangat mengharukan jiwa.

DIA yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang, telah menitipkan surat cintaNya padaku dalam surah Al-Toriq, membuatkanku keharuan dalam gugusan air mata cinta…


“Demi langit dan yang datang pada malam hari.
Dan tahukah kamu apakah yang datang pada malam itu?
Iaitu bintang yang bersinar tajam.
Setiap orang pasti ada penjaganya.
Maka hendaklah manusia memerhatikan dari apa dia diciptakan.
Dia diciptakan dari air mani yang memancar.
Yang keluar dari tulang punggung (sulbi) dan tulang dada.
Sungguh, Allah benar-benar berkuasa mengembalikannya hidup setelah mati.” (At-Toriq:1-8)


Subhanallah…subhanallah…subhanallah…

Asalnya manusia cuma dari setitis air yang hina. Oleh kerana itu, dengan ujian-ujian yang datang itulah yang akan mengangkat diri status hamba ke martabat yang mulia.

Lihatlah, betapa cintaNya DIA kepada kita. DIA mahu kita mendapat kebaikan, DIA mahu kita menjadi manusia yang hebat dari sudut dalaman agar semakin teguh rasa keimanan.

Oleh itu, semuanya perlu dikembalikan kepada zatNya yang paling layak untuk menghitung dan menetapkan segalaNya.


“Orang yang mengenal kasih-sayang Allah punya keyakinan  bahawa keputusan (takdir) Allah itu akan memberikan yang terbaik. Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, tidak akan memberi sesuatu yang buruk untuk hamba-Nya. 

Justeru, hamba yang baik tidak akan berburuk sangka terhadap Allah dengan merasakan apa yang ditakdirkanNya (ujian) itu ialah sesuatu yang tidak baik.

Yakinlah bahawa semua ketentuan Allah itu adalah baik. Ujian itu pasti ada kemuslihatan yang tersembunyi untuk setiap kita. Pilihan Allah untuk kita adalah yang terbaik, cuma kita tidak atau belum mengetahuinya.” ~Us.Pahrol Mohd Juoi~






Alhamdulillah…sungguh, ku bersyukur. Bersyukur kerana Allah masih meneguhkan rasa hati ini. Bersyukur Allah masih menetapkan rasa keyakinan ini padaNya. Bersyukur Allah memilih diri untukku rasai ‘rasa-rasa’ ini.

Rasa yang selayaknya bagi seorang hamba, yang akan senantiasa akan berusaha dan berjuang tanpa henti…itu janjiku padaMu Rabbi..


“Sesungguhnya, dapat tunduk sujud kepadaNya membuatkan hati terasa sangat tenang dan lapang.

Dapat mengalirkan air mata keinsafan, membuatkan hati merasa sangat lembut dan semakin dekat dengan Tuhan.

Dapat berdialog dan berbisik denganNya, membuatkan hati diberikan satu kekuatan yang cukup luar biasa.”


Pencarian cintaku kepadaNya sekarang berada di pertengahan jalan.

Tidak akan sesekali ku berhenti dari pencarian ini. Tidak akan sesekali kakiku berundur ke belakang lagi.

Pencarian ini tidak akan berhenti kerana ku tahu jalan yang ku pilih ini benar. Kerana ku tahu usahaku ini dicatat dan dinilai dengan kiraan yang teliti oleh Ilahi. Pasti, tidak akan sia-sia..


Jika ini yang dinamakan pengorbanan, inginku korbankan segalanya untukMu Ilahi…

Jika ini yang dinamakan keredhaan, inginku pasrahkan segala rasa di hati..

Jika ini yang dinamakan kebahagiaan hakiki, akan ku tetap memilih cintaMu agar kasihMu senantiasa bersemi di hati..


Insya Allah, diri sekarang dalam fatrah bersabar dan bertenang. Terus dididik hati agar kuat menerima segala keputusan takdirNya. Semoga apa yang diputuskan oleh-Nya nanti, diri ingin sentiasa menyakini, itulah keputusan yang TERBAIK dari Ilahi…

Mungkin ada yang tertanya-tanya, menunggu keputusan apa?
Keputusan itu adalah yang berkait rapat dengan urusan dunia dan akhiratku…Pohon doa kalian..’

Allah.

Ku sentiasa ingin yakini dan imani, tidaklah Engkau akan menyia-yiakan usaha dan doaku selama ini kecuali pasti diberikan yang terbaik. . . Semoga, amin.


“Akan ku teruskan langkah ini dalam mencari cintaNya yang sejati, kerana ingin ku raih cintaNya yang hakiki, untukku bawa pulang ke negeri abadi..”





 ~Hikmatul Islam~
~28092012~
~300pm~


reade more... Résuméabuiyad

Gender Interaction in Islam and Muslim Homosexuals

I've often wondered what the Islamic injunctions are on lesbian Muslims' interactions with other (Muslim) women. When around female homosexuals, can heterosexual Muslim females show their hair and other body parts that're allowed to be seen by other women? What exactly is their legal status in Islamic thought? I know they're not "supposed to exist," so no discussion of female homosexuality exists in early/medieval scholarship, but what about today? Would they be treated as "males" (God, this sounds so wrong to say! But I promise I have a point. Just read on. Thankz.), since they, like heterosexual males, can be attracted to females, or are they still treated as females? But speaking of attraction ... actually, turns out, Islamic scholarship allows people to be attracted to or to desire someone of the same sex--just don't act upon that desire. We'll talk about this in another blog entry, though. For now, dear qrratu, please just stick to this issue of homosexuality among Muslims and how they are to "behave" around others, especially of members of the same sex and/or gender.

According to the Islamic rules on gender interaction, women are required to cover only from navel to knee when around other women. Men have to cover from navel to knee wherever they are, whether around women or men. But the idea behind the women's ruling is that they may have to nurse a child in the company of other women, so to forbid them from showing their chests, too, would cause them unease in such situations. They therefore do not have to cover their chest even when not breastfeeding.

A teacher of mine once shared something very interesting with her students in a class on Islamic Law, during a discussion on gender interactions and how the classical/medieval rules are dealt with in contemporary times with new situations and questions, especially that of modern media (how is gender interaction supposed to work online, for example? Does a female need a chaperone when chatting with an unrelated male online? Or when emailing him? What about when Muslims seek their marriage partners online: do their online "hang-outs" need to be chaperoned, since mainstream (Sunni) Islam prohibits women and men to be alone with each other even during their meetings to determine whether they want to spend the rest of their lives with each other? Things like this.) She said that she had gone to a Muslim camp, and, of course, the males and the females had separate tents to stay in. And there was at least one lesbian Muslim there, who didn't keep her sexual identity a secret any longer. (Most of them do.) But unfortunately, there were too many questions for the other women to let her stay with them, so she had to leave. The questions included: "Can we show our hair in front of her? Should she be sleeping in the men's tent or the women's tent? How do we behave around her? Should we give the lesbian her right to stay with us and enjoy the camping experience at the expense of making every other woman here uncomfortable?" And, of course, she wouldn't be allowed in the men's tents because she's not a man or a male. They had to kick her out of the camp so that everyone could be comfortable.

Basically, how are orthodox/mainstream Islamic rules regarding gender interactions negotiated by Muslim homosexuals, especially Muslim female homosexuals? I imagine the answer(s?) might be one (some?) of the following:

1. Psssh - there's no such thing as lesbian Muslims! They don't exist, dude. [But we know they exist. Whether you approve of their sexuality or not isn't the point here; it's their interactions with other women that is of interest to me. Besides, you didn't answer the question.]

2. No, lesbian Muslims may not interact with or hug other women because they (the lesbians) have the tendency to fall in love with other women, and when people fall in love--the same way that when men and women fall in love-- it results in something called "fitna" (social chaos, disorder in society!), which is precisely why men and women are not allowed to interact with each other in "Islam" unless they are being chaperoned by some adult(s).

3. Yes, lesbians may interact with and even hug other (Muslim) women because, even if they do fall in love with the heterosexual women, it's not like they can have babies! So there'll technically be no fitna. That occurs only and only when the "lovers" are of opposite sexes. Besides, male sexuality is stronger, more dangerous than female sexuality, and the main reason women and men don't mingle--or are not supposed to--is because of men's hypersexuality. But, obviously, there's no such thing is female hypersexuality, so there's no issue here. [Yet, we know this is totally untrue, this claim about "men's sexuality being more dangerous than female sexuality." For evidence, please click here.]

I hope everyone noted that all of these potential answers imply that lesbians, whether Muslims or not, are just ready to jump on any woman available to them. But unfortunately, these potential responses do actually reflect the reality of the way that answers are framed by Muslim clerics and even scholars. For more on how people always imagine homosexuals indulging in sexual activities and thoughts but basically never imagine the same when heterosexuals are in question, please click here. No, folks, homosexuals aren't always looking for opportunities to sleep around! They're normal people like you and me and other heterosexuals, and it's extremely offensive to them when we center our thoughts and responses that address them or issues about them on our false belief that they are more sexually active than heterosexuals. But this is beside the point. We should discuss this another time--do remind me, please.

The same questions can be asked about male homosexual Muslims: how are they supposed to interact with other (Muslim) men? I imagine it's not as tough, though, because a man's outer piety cannot be judged to the same extent or as badly as a woman's. (Men don't have to wear a headcovering, and men don't have most of the restrictions that women have when interacting with others or in public; so the issue of "how do I behave around this Muslim gay?" may not arise to the extent that it does and can for women.)

What is also interesting is that this discussion, these questions, would in a very important way question mainstream Islamic concepts of hijab, pardah (basically hijab, but more importantly the privatization of women's bodies and sexualities), gender segregation, and other normative practices--and, I hope, compel us to ask the deeper meaning behind these issues, why they're important and why practice them, and what they mean or how they are understood in today's constantly-changing world with new questions that are emerging on an almost-daily basis.

As of now, I haven't heard any Muslim televangelists (who often happen to be men) and preachers on this issue, but I'd be interested to hear what they have to say. Not so I can follow their rules and shun my homosexual Muslim friends from my life or treat them like they're something beyond this world, but because I'm interested in the discussions about Muslim homosexuals and the sort of questions being asked and the way they are being answered. I imagine it's pretty bad, though, and my heart goes out to any gay and lesbian Muslims out there. I'm sorry that we don't treat you like real humans....

I was supposed to write on this issue of Islam and homosexuality years ago! And I'm SO sorry I haven't done that yet, y'all. But coming up on this subject: a discussion of this amazing book called Before Homosexuality in the Arab-Islamic World, 1500-1800 by Khaled El-Rouyaheb. There is SO much information here, all of it so fascinating, much of it so shocking to the Muslim mind who was taught one thing about Islam but then some of the same Muslim scholars (all of whom are males) who developed Islamic law, all these rules on how we're supposed to be around other people and what a woman can and cannot do, are saying other things too ... it's just too interesting not to read, y'all. So, yeah, inshaAllah, the next post on homosexuality among Muslims or in Islam will be on this.

Thanks for reading!
reade more... Résuméabuiyad

~Harapan padaMu~






Menanti ...

Dengan penuh harapan dan debaran

Menanti ...

Dengan penuh rasa ketaatan dan kepasrahan

Meskipun harapan itu kian tipis 

Namun diri tidak mahu berputus asa dari rahmatNya

Masih ingin mengharapkan kasihNya 

Meskipun ia secebis cuma

Harapan itu beerti tawakkal

Tawakkal itu ertinya berserah 

Sepenuhnya kepada yang Maha Kuasa

Maka selayaknya bagiku 

Yang hanya hamba biasa

Yang ingin senantiasa 

Berserah diri padaNya…






Duhai bakal pemilik hatiku, setelah Allah dan Rasul..

Terkadang hati diserbu seribu rasa resah mendesah

Apakah kita mungkin akan menyatu?

Kadang-kadang ku buntu dan kelu

Aturan takdirNya tersangat misteri dan aneh

Terkadang ku amat mengharapkan

Terkadang ingin sahaja ku lepaskan

Tetapi apakan daya

Kita cuma insan apa adanya

Yang cuma mampu berusaha

Semoga,,

DIA memberikan keputusan yang terbaik

Buat hambaNya yang tidak jemu memohon redhaNya....




“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153)



“Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kami benar-benar tidak akan menyia-yiakan pahala orang yang mengerjaan perbuatan baik itu.” (al-kahf:30)



Menyelami dan menyantuni jiwa dengan ayat-ayat cintaNya membuatkan hati terasa lapang dan tenang...

Subhanallah, anugerah yang diberikan kepada orang-orang yang beriman, yang tetap teguh yakin dan percaya kepada Tuhan..



“Allah pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu”



Saya mengharapkan penetapan itu. Semoga usaha dan harapan ini tidak sia-sia.Amin...



Munajat Ibn ‘Atoillah Al-Askandari:

“Tuhanku, bagaimana mungkin Engkau serahkan kepadaku untuk menentukan urusan diriku, sedangkan diriku berada dalam kekuasaanMu. Bagaimana mungkin aku menanggung kesempitan sedangkan Engkau adalah pembelaku, Bagaimana aku dikecewakan sedangkan Engkau yang menjaminku. Di sini ku berhubung denganMu dengan kefakiranku terhadapMu.


Tuhanku, setiap kali lidahku kelu disebabkan kecelaan diriku, maka ku tuturkan dengan kemuliaanMu. Setiap kali ku berasa kecewa dengan sifat-sifatku, maka aku sangat mengharapkan anugerahMu sebagai dorongan kepadaku.


Tuhanku, inilah kehinaanku yang ketara di hadapanMu, inilah keadaanku yang tidak terselindung daripadaMu, ku bermohon supaya sampai kepadaMu. DenganMu ku mencari petunjuk untuk sampai kepadaMu. Tempatkankanlah diriku pada tempat pengabdian yang benar di hadapanMu…


Allahumma Amin Ya Rabbi”


reade more... Résuméabuiyad

Muhasabah hati: 'Kita akan diuji dan terus diuji'







Tika pena berlari di atas sebuah kanvas kosong, terasa hati ini seperti itulah jua.

Kosong.

Kosong bukan bermakna tidak ada.

Bukan pula bermakna tidak sedar.

Diri ini masih tersedar.

Cuma ingin dikosongkan fikiran daripada semua masalah-masalah yang datang menjengah.

Tanpa henti. Ujian itu akan terus mengelilingi.

Sungguh, hidup ini tidak akan pernah sunyi daripada namanya ujian.

Kerana ujian itu perlu.

Kerana ujian itu pasti.

Kerana manusia itu perlukan ujian.

Biarpun diri tidak mampu, biarpun hati tidak mahu tetapi ALLAH Maha Tahu kita perlu diuji.

Untuk setiap kata yang dilafazkan. Apakah ia benar seperti yang dikata-katakan?

Untuk setiap perbuatan yang diamalkan. Apakah ia sudah mencapai darjah keikhlasan?

Semuanya perlu diuji….



“Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan sahaja mengatakan: kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya, Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut: 2-3)



Diri ini cuba untuk bertenang, tatkala ujianNya datang bertandang.

CintaNya datang tiba-tiba, menghulur dengan sapaan yang membuatkanku kehilangan kata-kata untuk membalas sapaan cintaNya.

Ujian tanda Allah cinta, tetapi kenapa huluran cintaNya pahit, tidak semanis yang kita pintakan? Tidak seperti apa yang kita inginkan?

Kadang jadi bingung dan tertanya-tanya, kenapa harus diuji dengan sedemikian rupa?
Kadang diri tidak tertanggung beban rasa, sehingga air mata jatuh jua dalam menahan sebak di dada.

‘Salahkah kita menangis?

Salahkah kita merasa hiba?’

Mungkin ada yang bertanya sedemikian.

Kita cuma hamba biasa, bukan malaikat.

Kita punyai rasa itu.

Rasa sedih, rasa kecewa, rasa hampa, rasa putus asa kerana sememangnya fitrah kita sebagai manusia dibekalkan rasa-rasa itu.

Allah swt telah  anugerahkan rasa itu pada manusia. Yang tinggal cuma bagaimana untuk kita mengawal semua rasa itu.

Tidak salah kita menangis.

Menangis bukan tanda kita lemah. Menangis bukan tanda kita mengalah.

Menangis adalah tanda kita mengakui kekuasaanNya. Mengakui segala takdiranNya.

Antara hati ingin dididik menerima atau tidak, kita perlukan tangisan itu. Untuk menenangkan hati yang gundah, untuk menenangkan emosi yang bergocak gelisah.

Mungkin ada yang masih mampu tersenyum tatkala diuji.

Senyum atau tangis, semuanya adaptasi rasa yang terlahir tika diuji.

Andai mampu tersenyum, senyumlah dengan sepenuh keikhlasan dalam kesabaran. Andai ingin menangis, tangislah dalam ratapan tangis itu dalam sujud kepadaNya.

Walau apapun ujian yang diberikan, cubalah untuk bertabah. Cubalah untuk menjadi kuat, meskipun hati terasa amat rapuh dan goyah…


Firman Allah SWT: “(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan (di atas dunia ini), buat menguji siapakah dalam kalangan kamu yang lebih baik amal perbuatannya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)


‘Subhanallah…Maha Suci-Mu Ya Allah…’

Hati kembali beristighfar.

Saya mencuba. Sentiasa ingin mencuba.

Bertenanglah duhai hati. Bertenanglah duhai jiwa.

Itulah yang sering saya bisikkan pada diri.

Di saat hati terasa amat goyah, saya pohon DIA tidak menggoyahkan pegangan ini padaNya.

Walau apapun yang akan terjadi, saya tetap ingin sentiasa berpegang teguh pada ikatan ini. 

Ikatan aqidah yang terpatri, bukan semudah-mudah untuk dilemahkan dengan bisikan-bisikan emosi.

Biarpun pada awalnya diri tidak mampu menahan rasa-rasa yang ada, biarpun cuba menahan  air mata ternyata ia gugur juga.

Pertama, memang saya menangis kerana sedih. Sedih dengan dugaan yang datang itu, tidak mampu saya hadapi dengan hati yang bertenang.

Kemudian saya menangis lagi. Kali kedua, bukan menangis kerana sedih lagi. Tetapi menangis kerana terharu.

Kerana tatkala diri bermuhasabah kembali, air mata keharuan yang mengalir kerana tersedar DIA sedang menujukkan rasa cintaNya pada diri.

Cuma diri yang ingin memilih mahu bersabar atau tidak?

Adakah ingin menerima huluran cinta itu dengan hati yang memberontak?

Sedangkan DIA sedang menghulur cinta. 

Ya. Cinta agungNya.

Cuba tanya kembali, bahagia itu di mana sebenarnya? Bahagia yang hakiki itu ada di dalam jiwa.

Dekat dengan diri, sentuhlah dadamu sendiri, maka engkau akan merasakan betapa ia cukup dekat. Bahagia itu akan hadir bila kita bersyukur dan belajar menerima apa adanya. 

Cuba menerima segala aturanNya. Maka kita sebenarnya sedang menyentuh cahaya bahagia..






Biarlah air mata yang jatuh itu moga dapat menghapuskan rasa gelisah di jiwa. Semoga air mata yang mengalir itulah tanda kekerdilan kita sebagai hambaNya.

Yang selayaknya untuk diuji dan diuji dengan pelbagai dimensi. Namun, ketahuilah sesungguhnya Allah itu Amat Adil.

Tidak akan diberikan ujian itu melainkan DIA Maha Tahu kita mampu memikulnya. Tidak akan ditimpakan ujian itu, melainkan DIA Maha Tahu kita perlukan ujian itu untuk kita terus menjadi hambaNya yang kuat. Kuat dari sudut iman dan ihsan.

Kerana setiap ujian yang hadir, adalah suatu rahmat. Tiada ujian yang buruk, melainkan semuanya adalah ketentuan yang terbaik dari Yang Esa.

Biarpun yang diuji itu ternampak buruk, dan tersangat buruk pada pandangan mata zahir manusia, tetapi andai dilihat dari tembusan mata hati ternyata ianya adalah hikmah dari yang Maha Kuasa.

Hikmah itu tidak akan nampak andai tidak diselak. Hikmah itu tidak akan terzahir andai hati tidak dididik untuk menerima segala ketentuan dan bersyukur dengan pemberiannya.

Benar. Tidak semudah kata bicara. Tidak semudah lafaz yang dikata.

Rasa berat dan perit itu hanya akan dapat dirasa oleh orang yang merasa. Tetapi cubalah ‘menelan’ rasa itu dengan senyuman. 

Meskipun kelat, meskipun pahit, tetapi pasti ada manis yang akan terganti dari rasa pahit itu. Rasa manis dan nikmat itu akan datang di sebalik semua kepahitan. 

Pelangi pasti akan muncul setelah ribut taufan yang melanda. Begitu jua kehidupan ini pasti akan ada bahagia di sebalik semua duka…Yakinlah.!


 “Kita akan diuji dan terus diuji, teruslah bersabar duhai pengejar cinta Ilahi

Makin Allah uji, makin Allah mencintai

Kata cinta kepadaNya, maka buktikanlah cinta itu dengan akur pada setiap takdiranNya”


p/s: “Saya menulis bukan beerti saya sudah cukup kuat menghadapi setiap ujianNya, tetapi biarlah dengan tulisan yang terlahir dari sebuah rasa, mampu menguatkan hati ini tatkala ia berasa gundah dan goyah serta bisa menyentuh jiwa-jiwa yang membacanya juga…semoga kita terus kuat, terus tabah, terus tahan diuji, terus bersabar dalam ujian-ujianNya…Insha Allah”



 ~Hikmatul Islam~
~22092012~
~1000pm~
reade more... Résuméabuiyad